Sabtu, 30 Juni 2018

Analisis kebijakan pemerintah dalam mendukung pembangunan perikanan dan kelautan di indonesia (pada masa abdurrahman dan megawati)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Bangsa Indonesia seharusnya dapat menghargai dan mensyukuri suatu anugerah yang sangat besar, yaitu hidup dalam suatu Negara Kepulauan yang merupakan wilayah sepanjang 3.000 mil laut berupa hamparan laut luas dari Merauke sampai Sabang.   Dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 meliputi wilayah laut yurisdiksi nasional lebih kurang 5,8 juta km2, Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terletak pada posisi yang sangat strategis, yaitu pada persilangan dua benua dan dua samudera, serta memiliki wilayah laut yang memiliki kekayaan laut yang besar, sekaligus sebagai urat nadi perdagangan dunia. Posisi Indonesia yang sangat strategis tersebut memberikan konsekuensi bagi bangsa Indonesia yaitu untuk menjalankan aturan sebagaimana yang termaktub dalam United Nation Convention on the Law of the Sea 1982.
Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan mengukuhkannya ke dalam UU RI No 17 tahun 1985, sehingga telah resmi mempunyai hak dan kewajiban mengatur, mengelola, dan memanfaatkan kekayaan laut nasional untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Geografi Indonesia yang sangat bersifat kelautan, seharusnya membuat Bangsa Indonesia terus mengembangkan tradisi, budaya dan kesadaran bahari serta menjadikan laut sebagai tali kehidupannya. Namun, Indonesia juga wajib memperhatikan kepentingan dunia internasional terutama dalam menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran internasional dalam wilayah kedaulatan dan wilayah berdaulatnya. Kewajiban ini tersurat dalam pasal-pasal UNCLOS 1982, serta tidak kalah pentingnya, merupakan salah satu tujuan nasional seperti termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain berbunyi:…… ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Dengan latar belakang demikian, cukup jelas terlihat bahwa aspek alamiah geografi Indonesia (bentuk dan posisinya), kekayaan alamnya dan demografinya sangat menentukan kebijakan pembangunan nasional Indonesia.

1.2    Tujuan
1.    Memahami kebijakan pembangunan perikanan
2.    Mengetahui sejarah kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan
3.    Memahami perumusan suatu kebijakan
4.    Mengetahui strategi dan kebijakan perikanan
5.    Mengetahui blue economy sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan perikanan dan kelautan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kebijakan pembangunan perikanan
Kebijakan (policy) merupakan sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha maupun masyarakat madani (civil society). Inti dari suatu kebijakan mencakup keputusankeputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial, dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara.
Dalam hal ini, kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara. Dengan demikian pada intinya kebijakan adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu, tetapi bukan hanya dikonotasikan sebagai domain pemerintah saja. Untuk memperjelas batasan pengertiannya, suatu kebijakan sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut. Pertama, bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai. Kedua, rencana tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang telah terpilih. Ketiga, kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemerintah. Keempat, program dengan seperangkat kegiatan yang mencakup rencana sumberdaya lembaga dan strategi pencapaian tujuan. Kelima, keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu. Keenam, justifikasi teoretis yang menjelaskan bahwa jika kita melakukan aktivitas X, maka akan diikuti oleh Y. Ketujuh, proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu yang relative panjang.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kebijakan pembangunan perikanan adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah direncanakan.

2.2 Sejarah Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Indonesia
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa lalu, Indonesia memiliki pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama melalui kekuatan maritim besar di bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Wilayah laut Indonesia yang merupakan dua pertiga wilayah Nusantara mengakibatkan sejak masa lampau, Nusantara diwarnai dengan berbagai pergumulan kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan Nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan.
Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih merupakan penguasaan de facto daripada penguasaan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat bahari. Akan tetapi, oleh penjajah kolonial, bangsa Indonesia didesak ke darat, yang mengakibatkan menurunnya jiwa bahari.
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan antarbangsa, seperti perdagangan dan komunikasi.
Pada sekitar abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 terdapat lima jaringan perdagangan (commercial zones). Pertama, jaringan perdagangan Teluk Bengal, yang meliputi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Lanka, Burma (Myanmar), serta pesisir utara dan barat Sumatera. Kedua, jaringan perdagangan Selat Malaka. Ketiga, jaringan perdagangan yang meliputi pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan. Jaringan ini juga dikenal sebagai jaringan perdagangan Laut Cina Selatan. Keempat, jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan (Brunei Darussalam). Kelima, jaringan Laut Jawa, yangmeliputi kepulauan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, pesisir baratKalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera. Jaringan perdagangan ini berada di bawah hegemoni Kerajaan Majapahit
Banyak bukti prasejarah di pulau Muna, Seram dan Arguni yang diperkirakan merupakan hasil budaya manusia sekitar tahun 10.000 sebelum masehi! Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar. Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan perantau dari Nusantara yang ditemukan di wilayah Madagaskar. Tentu pengaruh dan kekuasaan tersebut dapat diperoleh bangsa Indonesia waktu itu karena kemampuan membangun kapal dan armada yang layak laut, bahkan mampu berlayar sampai lebih dari 4.000 mil.
Selain Sriwijaya dan bahkan sebelum Majapahit, Kerajaan Singosari juga memiliki armada laut yang kuat dan mengadakan hubungan dagang secara intensif dengan wilayah sekitarnya. Kita mengetahui strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada. Kerajaan Majapahit telah banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan Bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.
Sayangnya, setelah mencapai kejayaan budaya bahari, Indonesia terus mengalami kemunduran, terutama setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia. Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil wilayahnya kepada Belanda. Sejak itu, terjadi penurunan semangat dan jiwa bahari bangsa Indonesia, dan pergeseran nilai budaya, dari budaya bahari ke budaya daratan.   Namun demikian, budaya bahari Indonesia tidak boleh hilang karena alamiah Indonesia sebagai negara kepulauan terus menginduksi, membentuk budaya bahari bangsa Indonesia.
Catatan penting sejarah maritim ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki keunggulan aspek budaya bahari bentukan secara alamiah oleh aspek-aspek alamiah Indonesia. Berkurangnya budaya bahari lebih disebabkan berkurangnya perhatian Pemerintah terhadap pembangunan maritim.

2.3 MENUMBUHKAN KEMBALI KESADARAN BAHARI
Sesungguhnya, secara pemikiran dan konsepsi, Bangsa Indonesia sudah lama ingin kembali ke laut. Pada tahun 1957, Bangsa Indonesia mendeklarasikan Wawasan Nusantara, yang memandang bahwa wilayah laut di antara pulau- pulau Indonesia sebagai satu-kesatuan wilayah nusantara, sehingga wilayah laut tersebut merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya sebagai kekayaan nasional yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sejak tahun 1999 Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan komitmennya terhadap pembangunan kelautan. Komitmen pembangunan pemerintah di bidang kelautan, diwujudkan dengan dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut pada tanggal 26 Oktober 1999 dan menempatkan Sarwono Kusumaatmadja sebagai menteri pertama. Pada bulan Desember nama departemen ini berubah menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, dan sejak awal tahun 2001 berubah lagi menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) hingga sekarang.
Demi menggemakan semangat pembangunan nasional yang berdasarkan kelautan, Presiden KH Abdurrahman Wahid mencanangkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara dan memperingatinya untuk pertama kali di Istana Negara, Jakarta tahun 1999. Visi pembangunan kelautan Gus Dur kemudian diteruskan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, dengan menetapkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara berdasarkan Keppres No. 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, dan menjadikan tanggal tersebut sebagai hari resmi perayaan nasional. Kebijakan yang sangat penting di bidang maritim yang dibuat oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001 yaitu dalam Seruan Sunda Kelapa menyatakan penerapan asas cabotage sebagai suatu keharusan. Penerapan asas cabotage adalah kebijakan fundamental bagi pembangunan industri maritim nasional. Dengan pencetusan kebijakan penerapan asas cabotage dengan Seruan Sunda Kelapa tersebut, Pemerintah kemudian segera memulai penyusunan aturan pelaksanaannya. Aturan pelaksanaannya berupa Inpres tentang Pengembangan Industri Pelayaran Nasional yang akhirnya ditandatangani oleh oleh Presiden berikutnya yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berupa Inpres No. 5 tahun 2005. Namun penerapan Inpres ini berjalan sangat lamban, terutama karena dukungan Kementerian Keuangan dalam hal kebijakan keuangan dan perpajakan untuk pengadaan, pengoperasian dan pemeliharaan kapal.
Dalam tataran strategik operasional, budaya bahari bangsa Indonesia masih memprihatinkan, apalagi bila kita sependapat bahwa budaya adalah semua hasil olah pikir, sikap dan perilaku masyarakat yang diyakini dan dikembangkan bersama untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi, mengembangkan kehidupan yang lebih layak, dan beradaptasi terhadap situasi lingkungan hidup.  Budaya bahari bangsa Indonesia belum tumbuh kembali, bukan saja di tengah masyarakat, tetapi juga pada tataran pembuat kebijaksanaan sehingga Indonesia belum mampu memanfaatkan kelautan. sebagai sumber kesejahteraannnya. Kita perlu mengembangkan kesadaran bahari Bangsa Indonesia, terutama dengan menerapkan kebijakan pembangunan maritim nasional berdasarkan konsepsi yang jelas sesuai aspek-aspek alamiah (Tri Gatra) Indonesia.
Mengalir dari uraian di atas, tampak jelas bahwa Indonesia membutuhkan segera adanya kebijakan pembangunan maritim nasional yang dimulai dengan perumusan persepsi bangsa Indonesia dalam melihat pengaruh laut terhadap kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan sistem pertahanan dan keamanan nasional.

2.4 Perumusan Kebijakan
Kesejahteraan merupakan kata kunci sekaligus tujuan utama dari kebijakan yang diformulasikan, Kesejahteraan nelayan dapat dicapai apabila aspek-aspek (sumberdaya manusia, permodalan, sosial, sumberdaya alam, fisik sarana dan prasarana) mengalami perningkatan yang semakin besar dirasakan oleh nelayan. Hubungan kelima aspek dalam mewujudkan kesejahteraan nelayan dapat divisualisasikan sebagai segi lima sama sisi (pentagonal) yang berubah dari ukuran kecil ke ukuran yang lebih besar.
a.    Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Indonesia
Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilakukan haruslah mampu meningkatkan kesejahteraan para nelayan sebagai aktor utama pembangunan tersebut.

b.   Menyusun Undang-Undang Perlindungan Petani dan Nelayan
Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan sering kali sangat merugikan nelayan sebagai pelaku utamanya. Semakin menurunnya generasi muda yang mau meneruskan profesi sebagai nelayan telah banyak dialami di berbagai lokasi. Mereka sebagian besar beralih dengan memilih profesi sebagai buruh pabrik, sedangkan untuk mendapatkannya harus bersaing dengan banyak peminat, belum lagi permasalahan dalam sisitem perburuhan di Indonesia yang sebagian besar masih berfihak kepada pemilik capital.
Hal ini mengakibatkan mereka juga beralih ke sektor-sektor informal dengan menjadi pedagang asongan dan pedagang kaki lima yang sering menimbulkan permasalahan baru. Belum ada undang-undang yang melindungi hak-hak para petani dan nelayan yang jumlahnya lebih dari setengah warga negara Indonesia. Sehingga kaum petani dan nelayan selalu menjadi kaum yang tertindas dan dieksploitir dalam pencapaian target pembangunan ekonomi Indonesia. Pada tahap lebih lanjut dengan semakin sedikitnya jumlah orang yang beminat menjadi petani dan nelayan, sedangkan keberadaan sumberdaya Indonesia yang melimpah, mengakibatkan produktifitas secara makro akan menurun.

c.    Penguatan Kelembagaan Nelayan di Tingkat Lokal sampai Nasional
Pemasalahan nelayan yang telah banyak dibicarakan dalam berbagai forum diskusi atau seminar yang dilakukan oleh berbagai lembaga belumlah menunjukkan dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan kaum nelayan. Bahkan keberadaan lembaga atau organisasi yang mengatas namakan perjuangan nelayan sering digunakan untuk berbagai kepentingan politik atau untuk mendapatkan garapan proyek yang manfaatnya tidak dirasakan oleh nelayan itu sendiri
Lembaga yang terbentuk diarahkan berfungsi sebagai intermediasi, memfasilitasi terjalinnya jalinan koordinasi, komunikasi, dan informasi antara masyarakat nelayan dengan:
·  Sesama nelayan
·  Pemerintah, parlemen dan instansi terkait
·  Lembaga investasi dan permodalan
·  Lembaga pendidikan dan pelatihan
·  Media informasi public

d.  Pelaksanaan Desentralisasi Pembangunan Sektor Perikanan dan Kelautan
Desentralisasi sektor perikanan dan kelautan ini memiliki dua dimensi kebijakan yang sangat penting.
Pertama, bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk membina para nelayan di daerahnya. Artinya, jika selama ini tanggung jawab untuk membina para nelayan berada pada Pemerintah Pusat, maka sejalan dengan desentralisasi sektor perikanan dan kelautan ini, kewajiban tersebut seharusnya dibebankan pada Pemerintah Daerah. Hal ini masih ditandai dengan program-program pembinaan, pendampingan, dan pemberdayaan nelayan sebagian besar berasal dari Pemerintah Pusat.
Kedua, bahwa Pemerintah Daerah diberikan wewenang yang utuh untuk membangun sektor perikanan dan kelautannya sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Dengan demikian, campur tangan pembangunan subsektoral oleh Pemerintah Pusat, sebagaimana pada era Orde Baru, seharusnya sudah ditinggalkan. Hal ini juga diharapkan akan meningkatnya pemerataan pembangunan di sektor perikanan dan kelautan.
e.  Kebijakan Permodalan bagi Sektor Perikanan dan Kelautan, Urgensi Pendirian Bank Petani dan Nelayan
Perlu bagi Indonesia untuk memiliki bank petani dan nelayan. Tujuan dari pendirian Bank Petani dan Nelayan ini adalah untuk melayani para petani dan nelayan kita dalam memudahkan akses modal. Kalangan perbankan beranggapan untuk menanamkan investasi ke sektor perikanan memiliki faktor resiko yang tinggi. Kalangan perbankan konvensional belum dapat memahami pola-pola yang selama ini dijalankan oleh para nelayan, sehingga pola-pola yang dilakukan nelayan tidak masuk dalam lima standar yang biasanya diterapkan oleh perbankan.
Beberapa negara yang telah memiliki bank petani dan nelayan diantaranya: Malaysia mempunyai Bank Pertanian Malaysia (BPM), Thailand memiliki Bank of Agriculture and Agriculture Cooperative (BAAC), Eropa punya Rabo Bank yang dimiliki oleh koperasi, Amerika Serikat dan Filipina punya Land Bank. Adanya bank petani dan nelayan ini juga perlu untuk menghindari penyalahgunaan penyaluran kredit pemerintah untuk kepentingan lain.
f.   Penataan Struktur Pasar dan Lingkungan Usaha
Penataan Struktur Dan Lingkungan Usaha, melalui:
1.    Memperkuat dan membangun praktek usaha dan perdagangan yang adil dan sehat, tidak membiarkan terjadinya praktek-praktek monopoli, oligopoli, kartel, dan bentuk-bentuk usaha yang tidak sehat lainnya.
2.    Memperkuat perundang-undangan di bidang persaingan usaha yang sehat (Anti Monopoli) sehingga bisa menjamin akses yang sama kepada para pelaku usaha
3.    Penegakan hukum (law enforcement) yang atas peraturan perundang-undangan di bidang persaingan usaha yang sehat (Anti Monopoli).
4.    Mengkaji ulang seluruh tataniaga dan pemberian hak-hak eksklusif seperti hak distribusi komoditi tertentu yang kontra produktif terhadap perkembangan UMKM.
5.    Tidak mengandalkan dan menggantungkan penjualan secara ekspor saja, tetapi juga mengarahkan penjualan produk perikanan ke dalam negeri untuk pencapaian target pemenuhan konsumsi ikan rakyat Indonesia dari 21,7 kg/kapita/tahun (tahun 2000) menjadi 30 kg/kapita/tahun
g. Kebijakan di Bidang Birokrasi, Kelembagaan, serta Penanganan Masalah Korupsi
Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan melihat bahwa upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi pemerintahan serta good-governance di sektor perikanan dan kelautan tidak mungkin tercapai tanpa reformasi besar-besaran dalam birokrasi dan lembaga-lembaga perikanan dan kelautan tersebut. Dengan birokrasi yang tidak efektif dan tidak efisien akan sangat sulit untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat Indonesia.
Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan melihat bahwa reformasi birokrasi harus mencakup transformasi kultur birokrasi yang feodal menjadi kreatif dan inovatif, restrukturisasi dan perampingan birokrasi, perbaikan sistem kompensasi dan insentif termasuk alokasi anggaran rutin yang lebih proporsional, pelaksanaan sistem punishment, dan perbaikan sistem recruitment. Selain pendekatan konsepsional dan sistem dalam proses reformasi birokrasi, sangat diperlukan serangkaian shock therapy agar reformasi birokrasi dan kelembagaan efektif dan mendapat dukungan dari masyarakat.
Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan juga melihat bahwa kelembagaan peradilan di Indonesia, terutama kelembagaan di bidang penanganan korupsi masih sangat lemah. Padahal, problem kronis negara ini adalah korupsi, dimana peringkat korupsi kita begitu tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan melihat bahwa keberadaan institusi peradilan yang ada saat ini dirasakan tidak memadai untuk memberantas korupsi. Oleh karena itu, Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan dipandang perlu diadakan kelembagaan peradilan yang secara khusus mengurusi masalah penanganan kasus-kasus korupsi.

h.  Pemeliharaan dan Peningkatan Daya Dukung serta Kualitas Lingkungan
Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan haruslah membawa manfaat pada masyarakat setempat atau keuntungan tertentu bagi keuangan publik lokal dan nasional serta memperhatikan aspek kelestarian lingkungan sehingga senantiasa terjamin kelangsungannya (sustainable).

2.5 Strategi dan Kebijakan Perikanan
Kebijakan pembangunan sektor kelautan perikanan didasarkan pada pendekatan pembangunan yang diarahkan agar mampu memainkan peranan utama dalam perbaikan perekonomian daerah, dalam arti dapat memposisikan sebagai penggerak pembangunan ekonomi daerah dan membudayakan masyarakat pembudidaya ikan/nelayan agar mampu mandiri dalam melaksanakan usahanya. Yang meliputi ;
1.    Pemberdayaan Masyarakat dan Aparatur Kelautan dan Perikanan
2.    Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan, Teknologi Penangkapan Ikan dan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
3.    Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
4.    Peningkatan dan Pengembangan.Sarana dan Prasaran Kelautan dan Perikanan.
Adapun strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
·  Meningkatkan Kemampuan SDM Kelautan Perikanan
Pengembangan sumberdaya manusia pada sektor perikanan dan kelautan ditujukan tidak saja kepada pembudidaya ikan/nelayan atau masyarakat perikanan pada umumnya, tetapi juga termasuk pada aparat-aparat pembina perikanan dan kelautan itu sendiri. Pengembangan sumberdaya yang dilakukan, tidak hanya mencakup aspek teknis, seperti penciptaan Iptek, manajemen atau peningkatan keterampilan dan produktivitas, tetapi mencakup juga aspek yang lebih mendasar, yaitu peningkatan harkat, martabat dan kepercayaan terhadap diri sendiri, kemampuan berwira swasta serta tanggung jawab baik sebagai anggota keluarga, warga masyarakat ataupun pribadi mandiri. Oleh karena itu pembinaan terhadap pembudiya ikan/nelayan tidak hanya ditujukan kepada fungsi mereka sebagai faktor produksi atau tenaga kerja, tetapi juga kepada fungsi mereka sebagai sumberdaya insani yang memerlukan keseimbangan kesejahtraan rohani dan jasmani.
Sedangkan terhadap  aparat pembina diharapkan akan tetap mau dan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta wawasan sesuai perkembangan yang terjadi melalui berbagai kesempatan baik dalam negeri maupun di luar negeri

·Memanfaatkan Sumberdaya Kelautan Perikanan Secara Optimal, Efisien dan Berkelanjutan (Suistainable)
Potensi lahan  kelautan dan perikanan di Tanah Bumbu cukup besar dan  berpeluang untuk dikembangkan secara optimal tanpa mengganggu kelestariannya dengan tingkat efektifitasmelalui usaha ekstensifikasi, identifikasi, diverifikasi dan rehabilitasiserta dengan menggunakan teknologi tepat guna dan memberikan prioritas utama terhadap komoditas ekonomis penting serta komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

·  Meningkatkan Mutu Hasil Perikanan
Pembangunan kelautan dan perikanan merupakan salah satu kegiatan yang ekonomis dan mempunyai nilai strategis dan sangat prospektif. Hal ini mengingat kecendrungan semakin meningkatnya permintaan dunia akan  produk hasil perikanan . Sehubungan dengan meningkatnya permintaan tersebut  maka selain pencapaian target produksi, upaya peningkatan pengawasan mutu hasil perikanan juga merupakan faktor utama dalam meningkatkan hasil produksi. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Dinas adalah penanganan dan pengolahan pasca panen yang dilaksanakan oleh petani ikan sesuai anjuran teknis serta peningkatan teknologi dan pemrosesan produk. Peningkatan akses pasar yang tidak hanya lokal tetapi juga nasional bahkan  internasional (distribusi ekspor) sesuai dengan jenis komoditas yang diusahakan dan diperlukan pasar.

·  Meningkatkan Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam perlu dilaksanakan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Peraturan-peraturan di bidang kelautan dan perikanan lebih mengarah dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya kelautan perikanan, agar pelaksanaan sejalan dengan peraturan yang berlaku perlu adanya pengawasan dan pengendalian di lapangan. Dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagai upaya penegakan peraturan di bidang kelautan dan perikanan, perlu didahului oleh pembinaan dan sosialisasi tentang hukum kepada pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan khususnya pembudidaya ikan dan nelayan serta masyarakat pada umumnya. Untuk lebih mengoptimalkan pengawasan, akan dilakukan pembinaan sistem pengawasan mandiri oleh masyarakat melalui penggalangan SISWASMAS (Sistem Pengawasan Masyarakat) dan POKWASMAS (Kelompok Pengawas Masyarakat).

·  Merehabilitasi Ekosistem Habitat pesisir, Laut, dan Perairan Umum
Potensi lahan kelautan dan perikanan Kabupaten Tanah Bumbu cukup besar dan berpeluang untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal tanpa menggangu lingkungannya dengan mengutamakan kelestarian sumberdaya hayati. Dilakukan peningkatan rehabilitasi dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan dengan cara mangrove (pohon bakau) di wilayah pesisir yang mengalami abrasi.

· Meningkatkan Pembangunan Infrastruktur Dalam Rangka Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan Perikanan
Dalam rangka peningkatan pengembangan kegiatan usaha kelautan perikanan yang turut berpengaruh terhadap pemasaran. Pembangunan infrastruktur dan rehabilitasi prasarana serta peningkatan sarana menjadi hal yang utama dalam rangka pemanfaatan sumberdaya kelautan perikanan.
·  Menciptakan Lapangan Kerja Baru Di Bidang Usaha Kelautan Perikanan
Adanya pertambahan penduduk dari tahun ke tahun akan mengakibatkan semakin sempitnya lahan pekerjaan di segala sektor. Dan selaras dengan komitmen Kabupaten Tanah Bumbu untuk menanggulangi penganguran maka Pembangunan Infrastruktur pada sektor Kelautan Perikanan sangat mendukung dalam menciptakan lapangan kerja baru.

·  Memberdayakan Sosial Ekonomi Masyarakat Kelautan dan Perikanan
Dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang sangat tertinggal atau mempunyai pendapatan yang relatif rendah dan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang  memiliki strata sosial terendah. Oleh karena itu Dana Penguatan Modal Perikanan adalah salah satu langkah awal dalam rangka peningkatan sosial ekonomi masyarakat kelautan perikanan.
·  Mengembangkan dan Memperkuat Sistem Informasi Kelautan Perikanan
Pengetahuan, Penguasaan dan Penerapan Teknologi terhadap masyarakat perikanan umumnya terbatas, oleh karena itulah peran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Perikanan dalam hal ini sebagai media dalam mengembangkan dan memperkuat sistem informasi yang berguna dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, inovasi dan motivasi masyarakat perikanan, terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
2.6 Blue Economy Sebagai Salah Satu Kebijakan Pembangunan Perikanan dan Kelautan
Dalam dekade terakhir ini konsepsi ekonomi biru semakin sering diperbincangkan sebagai  alternatif kebijakan dalam mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat, ekonomi biru menawarkan  aktivitas ekonomi yang mengedepankan kelestarian lingkungan,  menggerakkan perekonomian yang rendah karbon (low carbon economy) dengan  meninggalkan praktek ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek, yang mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan.
Presiden RI dalam  Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB  Rio+20 di Rio de Janeiro, Brasil, Juni 2012,  menawarkan gagasan akan  perlunya dikembangkan blue economy  dalam mendukung pembangunan berkelanjutan,    ajakan kepada dunia agar berpaling ke laut dan guna mendorong kesadaran global  terhadap pengelolaan laut dan sumber daya pesisir. Prinsip ekonomi biru dinilai tepat dalam membantu dunia untuk menghadapi tantangan perubahan iklim,  sehingga dapat terwujudnya pembangunan berkelanjutan secara terpadu dan selaras dengan  upaya pengentasan kemiskinan, gagasan tersebut mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi dari masyarakat internasional.
Sebagai tindak lanjutnya,  gagasan besar Presiden RI tersebut  telah diangkat sebagai topik bahasan dalam berbagai forum kerjasama internasional, antara lain  pada pertemuan tingkat ‘Senior Officials Meeting (SOM) for the Asia Pacific Economic Cooperation’ (APEC)  dan puncaknya,   pada pada 2013,  Indonesia akan menjadi tuan rumah terkait Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik APEC,  yang antara  lain  menjadikan  ekonomi biru  sebagai salah satu agenda  yang akan dibahas,  sekaligus membuktikan keseriusan Indonesia   membawa diskusi ekonomi biru pada tingkat bilateral dan multilateral .
Bagi Indonesia pengembangan ekonomi biru bukanlah tanpa alasan, mengingat luas laut Indonesia lebih kurang 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayah RI dengan garis pantai sepanjang 95.181 km atau terpanjang kedua didunia setelah Kanada, dengan potensi sumberdaya, terutama sumberdaya perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitas.
Wilayah laut Indonesia yang dimulai dari laut teritorial, Zona Tambahan (contiguous zone), Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sampai dengan Landas Kontinen (continental shelf), memiliki sumberdaya alam yang sangat berlimpah, baik sumberdaya terbaharukan (renewable resources) seperti perikanan, terumbu karang dan mangrove maupun sumberdaya tak terbaharukan (non-renewable resources) seperti minyak bumi, gas, mineral dan bahan tambang lainnya. Laut memiliki peran geoekonomi yang sangat vital bagi kemakmuran bangsa Indonesia dalam 11 sektor ekonomi. Sebelas sektor itu di antaranya perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, transportasi laut, kehutanan, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, industri dan jasa maritim, serta sumber daya alam nonkonvensional, diperkirakan  potensi  ekonomi  laut Indonesia sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun, atau dapat dikatakan setara dengan 10 kali APBN negara pada 2012.
Sayangnya, potensi ekonomi kelautan yang sangat besar itu ibarat raksasa yang tertidur, belum dapat kita transformasikan menjadi sumber kemajuan dan kemakmuran bangsa.
Salah satu cara untuk mencapai transformasi potensi untuk ekonomi biru melalui konservasi keanekaragaman hayati yang berpusat pada rakyat,  dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. Pendekatan ini fokus pada “win-win” yang mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi melalui konsultasi termasuk semua pemangku kepentingan. Namun, perlu dibarengi dengan pelestarian  ekosistem yang menyediakan makanan, mata pencaharian dan pendapatan kepada masyarakat setempat.
Masyarakat pesisir dan nelayan perlu diedukasi akan pentingnya memelihara ekosistem dengan menghilangkan praktik-praktik “jalan pintas” dalam memanfaatkan nilai ekonomi kelautan dan perikanan  yang ada, misalnya praktik menangkap ikan dengan bom  ikan, mereduksi pengembangan wisata bahari yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan,  serta kegiatan eksplorasi sumber daya  tak terbaharukan  tanpa  mengindahkan keberlanjutan pemanfaatannya pada masa mendatang.
Perubahan besar sangat diperlukan dalam cara kita menggunakan, mengembangkan dan mengelola potensi yang ada, diperlukan adanya  tekad dan semangat  dari para pemangku kepentingan untuk melihat laut sebagai masa depan ekonomi  bangsa Indonesia  sebagai  bangsa bahari/maritim,  menyatukan visi memahami boundary object,  fokus, serta  sungguh-sungguh dalam mendorong akselerasi sinergitas dan peningkatan kapabilitas koordinasi sebagai prasyarat utama untuk memastikan seluruh subsistem pendukung bekerja,  karena disanalah kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia di masa datang akan dapat diwujudkan.
Pendekatan ekonomi biru (blue economy) yang menekankan keberlanjutan diharapkan akan mampu mengatasi ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan global, serta bersinergi dengan program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job (penyerapan tenaga kerja) dan pro-environment  (melestarikan lingkungan)Top of Form.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·   Kebijakan pembangunan perikanan adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah direncanakan.
·   Kesejahteraan nelayan dapat dicapai apabila aspek-aspek (sumberdaya manusia, permodalan, sosial, sumberdaya alam, fisik sarana dan prasarana) mengalami perningkatan yang semakin besar dirasakan oleh nelayan. Hubungan kelima aspek dalam mewujudkan kesejahteraan nelayan dapat divisualisasikan sebagai segi lima sama sisi (pentagonal) yang berubah dari ukuran kecil ke ukuran yang lebih besar.
·   Kebijakan pembangunan sektor kelautan perikanan didasarkan pada pendekatan pembangunan yang diarahkan agar mampu memainkan peranan utama dalam perbaikan perekonomian daerah, dalam arti dapat memposisikan sebagai penggerak pembangunan ekonomi daerah dan membudayakan masyarakat pembudidaya ikan/nelayan agar mampu mandiri dalam melaksanakan usahanya. Yang meliputi ;
1.    Pemberdayaan Masyarakat dan Aparatur Kelautan dan Perikanan
2. Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan, Teknologi Penangkapan Ikan dan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
3. Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

4.   Peningkatan dan Pengembangan.Sarana dan Prasaran Kelautan dan Perikanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERAN DISTRIK NAVIGASI DALAM KESELAMATAN PELAYARAN

A.   PENDAHULUAN Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki 17.504 pulau yang membentang dari Sabang sampai Meraoke...