Sabtu, 30 Juni 2018

PERAN DISTRIK NAVIGASI DALAM KESELAMATAN PELAYARAN

A.  PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki 17.504 pulau yang membentang dari Sabang sampai Meraoke dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km  serta luas wilayah laut sekitar  5,9 juta Km². Sebagai negara kepulauan berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan Negara Kepulauan (Archipelago State) oleh konfrensi PBB yang  diakui oleh dunia Internasional maka lndonesia mempunyai kedaulatan atas keseluruhan wilayah laut lndonesia. Indonesia terletak pada posisi silang yang sangat strategis di antara Benua Asia dan Benua Australia. Peranan laut sangat penting sebagai pemersatu bangsa serta wilayah lndonesia dan konsekwensinya Pemerintah berkewajiban atas penyelenggaraan pemerintahan dibidang penegakan hukum baik terhadap ancaman pelanggaran  terhadap pemanfaatan perairan serta menjaga dan menciptakan keselamatan dan keamanan pelayaran.
Laut sebagai jalur komunikasi (sea lane on communication)  diartikan bahwa pemanfaatan laut untuk kepentingan lalu-lintas pelayaran antar pulau, antar negara maupun antar benua baik untuk angkutan penumpang maupun barang,  maka perlu di tentukan alur perlintasan  laut kepulauan Indonesia bagi kepentingan pelayaran lokal maupun internasional serta fasilitas keselamatan pelayaran seperti Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), Telekomunikasi Pelayaran, Kapal Negara Kenavigasian, Bengkel Kenavigasian, Survey Hidrografi untuk menentukan alur pelayaran yang amam serta infrastruktur lainnya. Pengaturan alur lalu-lintas dan perambuannya guna kelancaran dan keselamatan pelayaran merupakan tanggung jawab pemerintah dan kita bersama sebagai penguasa, pengelola, serta pengguna atas Laut. Untuk itu  maka perlu ditetapkan fungsi wilayah perairan guna pemanfaatan sumberdaya alam agar tidak saling menggangu antar kegiatan pengelolaan laut yang dapat menimbulkan dampak lingkungan khususnya kecelakaan terhadap transportasi laut dengan menetapkan alur dan pelintasan melalui pelaksanaan penandaan terhadap bahaya kenavigasian serta pemutakhiran kondisi perairan melalui kegiatan survey hidrografi dan kemudian diumumkan ke dunia pelayaran.

B.  MAKSUD DAN TUJUAN
Keamanan dan Keselamatan Pelayaran merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kelancaran transportasi laut dan mencegah terjadinya kecelakaan dimana penetapan alur pelayaran dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran melalui pemberian koridor bagi kapal-kapal berlayar melintasi perairan yang diikuti dengan penandaan bagi bahaya kenavigasian. Penyelenggaraan alur pelayaran yang meliputi kegiatan program, penataan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya ditujukan untuk mampu memberikan pelayanan dan arahan kepada para pihak pengguna jasa transportasi laut untuk memperhatikan kapasitas dan kemampuan alur dikaitkan dengan bobot kapal yang akan melalui alur tersebut agar dapat berlayar dengan aman, lancar dan nyaman.
Keselamatan maritim merupakan suatu keadaan yang menjamin keselamatan berbagai kegiatan dilaut termasuk kegiatan pelayaran, eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam dan hayati serta pelestarian lingkungan hidup. Untuk itu diperlukan tata kelautan dan penegakkan hukum dilaut dalam menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban dan perlindungan lingkungan laut agar tetap bersih dan lestari guna menunjang kelancaran lalu lintas pelayaran. Konsep kriteria dan pengaturan di bidang kelautan mempunyai implikasi yang luas dan harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan ruang laut Nasional.

C.  PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI
Dengan memperhatikan keselamatan dan keamanan berlayar di perairan atupun di alur pelayaran guna menghindari kecelakaan maka dapat diartikan juga bahwa kapal di dalam melakukan pelayaran sekaligus menjaga kelestarian lingkungan alur pelayaran sehingga dapat menghindari terjadinya konflik dalam pemanfaatan wilayah perairan.Setiap kapal yang berlayar di wilayah alur pelayaran ataupun pelabuhan harus dilakukan dengan kecepatan aman serta disesuaikan dengan kondisi perairan dan dibawah pengawasan Adpel. Hal ini dimaksudkan agar lalu-lintas angkutan laut berlangsung aman dan mampu menjaga kondisi perairan serta dapat merangsang pembangunan yang berbasis pemberdayaan dan kekuatan lokal.
Dalam melakukan berbagai kegiatan di laut dan pesisir diterapkan berbagai peraturan perundangan-undangan di bidang kemaritiman Nasional dan lnternasional seperti hasil konvensi produk lnternasional United Nation, International Maritime Organization dan lain sebagainya. Penerbitan peraturan lalu-lintas kapal dimaksudkan agar setiap kapal yang berlayar di perairan bebas dan menyusuri alur khususnya alur yang sempit ataupun berada di perairan pelabuhan akan selalu berhati-hati terhadap bahaya tubrukan. Artinya bahwa kapal akan melakukan gerakan disesuaikan dengan kondisi perairan sehingga tidak menimbulkan dampak baik terhadap bahaya kecelakaan maupun lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aturan diterbitkan badan dunia guna mencegah tubrukan di laut dalam rangka mempertahankan tingkat tinggi keselamatan di laut.

D.  PERAN PERHUBUNGAN LAUT DALAM KESELAMATAN PELAYARAN
Persoalannya kepercayaan publik kepada institusi itulah yang tidak ada selama ini. Masyarakat hanya mengeluh dan melakukan kritik tentang adanya fasilitas keselamatan pelayaran yang tidak optimal serta janji-janji pemerintah tentang pembangunan dan perbaikan bila dalam kerusakan. Yang diperlukan masyarakat adalah hasil dan bukti pelaksanaan dan juga banyak masyarakat belum mendukung langkah-langkah yang dilakukan (SBNP hilang) namun pengelolaan keselamatan pelayaran tidak boleh berhenti. Sepanjang laporan masyarakat masih ada yang berarti keberadaan fasilitas masih dibutuhkan dan sangat mengganggu apabila tidak berfungsi. Bahkan hingga saat ini setelah banyak langkah yang telah ditempuh masih terus saja ada pihak yang mengecam kinerja Direktorat Kenavigasian diantaranya tidak berfungsinya SBNP hingga terjadinya kapal tubrukan ataupun kandas.
Melaksanakan fungsi keselamatan pelayaran bukan hal yang mudah yang harus diikuti oleh semua instansi dan ditunjang dana yang cukup serta kesadaran semua pihak termasuk masyarakat pengguna serta pesisir dan kelautan. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah membangun menejemen dan aturannya, mendorong pemerintah melakukan terobosan atau reformasi, mewujudkan fasilitas sarana dan prasarana keselamatan pelayaran serta membangun kepercayaan ataupun kesadaran masyarakat dan memacu pembentukan payung aturan. Keselamatan pelayaran merupakan kebutuhan sehingga perlu segera diwujudkan dan mengaktifkan fungsi-fungsi keselamatan pelayaran melalui pembentukan lembaga dan menejemen serta fasilitas sarana dan prasarananya.

E.   FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI KESELAMATAN PELAYARAN
Guna mendapatkan perairan yang aman perlu dipersiapkan fasilitas prasarana dan sarana yang sesuai dengan rencana dan persyaratan kapal yang melalui wilayah perairan tersebut seperti panjang dan dimensi alur, banyak tikungan, kondisi alam dan teknis perairan, bahaya navigasi dan cuaca serta sistem perambuan.
Dalam menghadapi iklim teknologi dan era informasi komunikasi Navigasi khususnya dibidang pelayaran maka penyelenggaraan Kenavigasian perlu ditingkatkan kapasitas dan kemampuan melalui pemanfaatan teknologi satelit dengan penyediaan sistem informasi navigasi yang memenuhi standard tertinggi guna memastikan ketelitian ataupun peningkatan akurasi posisi dalam wilayah tertentu. System tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas yang segera dapat menentukan posisi kapal di seluruh dunia serta kapabilitas waktu dan kecepatan untuk pemakaian multi-moda transportasi.
Melalui penerapan strategi implementasi ketetapan IMO serta dukungan IALA terhadap pengembangan sarana bantu navigasi di sektor maritim maka penggunaan teknologi dan informasi diantaranya dilakukan melalui penyediaan sistem radionavigasi satelit. Dengan kebijakan dan pemanfaatan teknologi tersebut diharapkan tingkat keselamatan dan keamanan pelayaran akan lebih baik oleh karena telah melalui proses penggunaan penentu posisi tiga dimensi dan sistem penentu kecepatan dan waktu.

F.   POLA PENENTUAN ALUR PERLINTASAN
Tujuan penetapan alur adalah untuk memperoleh alur pelayaran yang ideal dan memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran berlayar serta effisien dalam penyelenggraannya.Kawasan alur pelayaran ditetapkan oleh batas-batas yang ditentukan secara jelas berdasarkan koordinat geografis serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran.

G.  PEMANDUAN
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kapal dan kerugian lain dalam pelayaran adalah dengan melaksanakan jasa pemanduan. Karena pandu dianggap seorang navigator yang sangat mengetahui kondisi dan sifat perairan setempat disamping keahliannya untuk mengendalikan kapal melalui saran atau komando perintahnya kepada nakhoda sehingga kapal dapat melayari suatu perairan dengan selamat.

H.  PEMANFAATAN TEKNOLOGI DAN INFORMASI
Tuntutan terhadap jasa transportasi laut yang cepat, tepat, aman, nyaman, teratur dan terjangkau oleh para pengguna jasa semakin meningkat namun hal tersebut kurang diimbangi oleh pemberian pelayanan yang layak dari aparat yang bekerja dilapangan. Peranan jasa transportasi laut yang effisien dan effektif sangat dominan dalam memperlancar arus barang maupun penumpang dan oleh karena itu perlu diperhatikan keseimbangan dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarana transportasi laut.

Teknologi dan informasi dapat memberi peluang kepada pengguna jasa untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik yang dampak lanjutnya akan meningkatkan kelancaran transportasi laut. Perkembangan demi perkembangan sangat diharapkan dari teknologi dan informasi seperti munculnya AIS ataupun VTIS yang akan memudahkan kegiatan pengamatan laut dalam memantau keamanan dan keselamatan laut. Konvergensi teknologi merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan harus dapat diakomodsikan serta dimanfaatkan dan ditanggapi secara positif dalam bentuk penyesuaian maupun peningkatan menejemen dan peralatan serta SDM.

Materi Prosedur Keadaan Darurat Dan SAR Search And Rescue

A.  PROSEDUR KESELAMATAN DARURAT
Jenis – jenis prosedur keadaan darurat
1.    Prosedur internal ( local )
Ini merupakan pedoman pelaksanaan untuk masing – masing bagian atau department dengan pengertian keadaan darurat yang terjadi masih dapat di atasi oleh bagian – bagian yang bersangkutan tanpa melibatkan kapal – kapal atau usaha pelabuhan setempat.
2.    Prosedur umum ( utama)
Merupakan pedoman perusahaan secara keseluruhan dan telah menyangkut keadaan darurat yang cukup besar atau paling tidak dapat membahayakan kapal – kapal lain atau terminal/dermaga.

Jenis – jenis keadaan darurat
1.    Tubrukan
2.    Kebakaran / ledakan
3.    Kandas
4.    Orang jatuh ke laut
5.    Pencemaran

TUBRUKAN
Keadaan darurat karena tubrukan kapal dengan kapal dengan dermaga maupun dengan benda tertentu akan munkin terdapat situasi kerusakan pada kapal, korban manusia, tumpahan minyak ke laut (kapal tengki), pencemaran dan kebakaran. Situasi lainnyan adalah kepanikan atau ketakutana petugas di kapal yang justru memperlambat tindakan, pengamanan penyelamatan dan penanggulangan keadaan darurat tersebut.

KEBAKARAN / LEDAKAN
Kebakaran di kapal dapat terjadi di berbagai lokasi yang rawan terhadap kebakaran, misalnya di kamar mesin, ruang muatan, gudang penyimpanan perlengkapan kapal.
Keadann daruran pada situasi kebakaran dan ledakan tentu sangat berbeda dengan keadaan darurat karena tumbrukan, sebab pada situasi yang demikian terdapat kondisi yang panas dan ruang gerak terbatas dan kadang – kadang kepanikan dan ketidaksiapan petugas untuk bertindak mengatasi keadaan maupun peralatan yang di gunakan sudah tidak layak atau tempat penyimpanan telah berubah.

KANDAS
Kapal kandas pada umumnya didahului dengan tanda – tanda putaran baling- baling terasa berat, asap di cerobong mendadak menghitam, badan kapal bergetar dan kecepatan kapal berubah kemudian berhenti mendadak.
Pada saat kapal kandas tidak bergerak, posisi kapal akan sangat tergantung pada permukaan dasar laut atau sungai dan situasi di dalam kapal tentu akan tergantung juga pada keadaan kapal tersebut.

KEBOCORAN/TENGGELAM
Kebocoran pada kapal dapat terjadi karena kapal kandas, tetapi dapat juga terjadi karena tumbrukan maupun kebakaran serta kerusakan kulit pelat kapal karena korosi, sehingga kalau tidak diatasi maka kapal akan tenggelam.
Air yang masuk sangat cepat sementara kemampuan mengatas kebocoran terbatas, bahkan kapal menjadi miring membuat situasi sulit diatasi. Keadaan daruruat ini akan menjadi rumit apabila pengambiklan keputusan dan pelaksaan tidak di dukung sepenuhnya oleh seluruh anak buah kapal, karena upaya untuk mengatasi keadaan tidak didasari pada azas keselamatan  dan kebakaran.

ORANG JATUH KE LAUT ( MAN OVER BOARD)
Orang jatuh ke laut merupakan salah satu bentuk kecelakaan yang membuat situasi menjadi darurat dalam upaya melakukan penyelamatan.
Pertolongan yang diberikan tidak dengan mudah dilakukan karena akan sangat tergantung pada keadaan cuaca saat itu serta kemampuan yang member pertolongan, maupun fasilitas yang tersedia.

PENCEMARAN
Pencemaran laut dapat terjadi karena buangan sampah dan tumpahan saat bongkar muat, buangan imbah kapal tangki, buangan limbah kamar mesin yang melebihi ambang 15 ppm dank arena muatan kapal akibat kebocoran.

B.  DENAH KEADAN DARURAT
Perencanaan dan persiapan adalah syarat utama untuk mencapai keberhasilan pelaksaan keadaan darurat dikapal.
Nahkoda dan para pewira harus menyadari apa yang mereka harus lakukan pada keadaan darurat yang bermacam-macam, misalnya kebakaran ditangki muatan, kamar mesin, kamar A.B.K. dan orang pingsan didalam tangki, kapal lepas dari dermaga dan hanyut.

ORGANISASI KEADAAN DARURAT
Satu organisasi keadaan darurat harus di susun untuk operasi keadaan darurat.

Maksud dan tujuan oorganisasi bagi setiap situasi adalah untuk :
1. Menghidukan tanda Bahaya
2. Menemukan dan menaksirkan besarnya kejadian dan kemungkinan bahayanya.
3.  Mengorganisasi tenaga dan keselamatan

Ada empat petunujuk perencanaan yang perlu di ikuti :
1.    Pusat komando
Kelompok yang mengontrol kegiatan dibawah pimpinan nahkoda atau pewira senior serta dilengkapi perangkap komunikasi intern dan extern.
2.    Satuan kesadaran darurat
Kelompok dibawah pewira senior yang dapat menaksir keadaan, melapor kepusat komando menyarankan tindakan apa yang harus diambil dan dari mana bantuan di butuhkan.
3.    Satuan pendukung
Kelompok satuan pendukung ini di bawah pewira harus selalu siap membantu kelompok induk dengan perintah pusat komando dan menyediakan bantuan pendukung seperti peralatan, perbelakan, bantuan medis, termasuk alat bantuan pernafasan dan lain-lain.
4.    Kelompok ahli mesin
Kelompok dibawah satuan pendukung Engineer menyediakan bantuan atas perintah pusat komando. Tanggung jawab utamanya diruang mesin, dan member bantuan bila di perlukan.
ALARAM KEBAKARAN
Pada sat berada di terminal, alarm ini harus diikuti dengan beberapa tiupan panjang dengan waktu antara kurang dari 0 detik

LATIHAN
Untuk menjaga ketrampilan dan kesiapan anak buah maka harus diadakan latihan baik terori atau praktek secara berskala dan teratur. Bila ada kesempatan untuk mengadakan latihan bersama atau pertemuan pemadaman kebakaran dengan personil darat maka harus diadakan tukar informasi baik jumlah maupun letak alat guna memperlancar pelaksanaan bila terjadi kebakaran di kapal.

Keuntungan dibuat organisasi penanggulan keadaan darurat, antara lain :
1.    Tugas dan tanggung jawab tidak terlalu berat, karena dipikul bersama-sam serta berbeda-beda.
2.    Tugas dan tanggung jawab dapat tertulis dengan jelas dengan demikian dapar mengurangi tindakan-tindakan yang kurang disiplin.
3.    Hanya ada satu pimpinanan (komando), sehingga perintah, intruksi dan lain-lain akan lebih terarah, teratur dan terpadu.
4.    Dapat terhidar dari hambatan hirarki formal yang selalu ada dalam perusahaan, karena petugas dari berbaai bidang yang di perlukan semuanya sudah tergabung dalam satu kelompok organisasi.
5.    Apabila terjadi suatu kegagalan karena melaksanakan tugsas tertentu, maka hal ini dapat segera dipelajari kembali untuk perbaikan.
6.    Dengan adanya organisasi keadaan darurat maka semua individu merasa saling terakit.

C.  TATA CARA KHUSUS DALAM PROSEDUR KEADAAN DARURAT
Keadaan tubrukan (imminent collision)
1.    Bunyikan sirine bahaya (emergency alarm sounded)
2.    Menggerakkan kapal sedemikian rupa untuk mengurangi pengaruh tubrukan
3.    Pintu-pintu kedap air dan pintu-pinti kebakaran otomatis di tutup
4.    Lampu-lampu dek di nyalakan
5.    Kamar mesin diberi tahu
6.    VHF di pindah ke chanel 16
7.    Awk kapal dan penumpang dikumplkan di stasiun darurat
8.    Posisi kapal tersedia di ruangan radio dan diperbaharui bial ada perubahan

Kandas terbakar
1.    Stop mesin
2.    Bunyikan sirine bahaya
3.    Pintu-pintu kedap air di tutup
4.    Nahkoda di beri tahu
5.    Kamar mesi beri tahu
6.    VHF di pindah ke chanel 16
7.    Tanda-tanda bunyi kapal kandas dibunyikan
8.    Lampu dan sosok-sosok benda di perlihatkan
9.    Lampu dek dinyalakan
10.     Got-got dan tangki diukur/sounding
11.     Kedalaman laut disekitar kapal di ukur
12.     Posisi kapal tersedia dikamar radio dan di perbaharui bila da perubahan

Kebakaran/Fire
1.         Bunyikan sirine bahaya (emergency alarm sounded)
2.         Regu-regu pemadam kebakaran  yang bersangkutan siap dan mengetahui lokasi kebakaran
3.         Ventilasi, pintu-pintu kebakaran ototmatis, pintu-pintu kedap air ditutup.
4.         Lampu dek dinyalakan
5.         Nahkoda di beri tahu
6.         Kamar mesi beri tahu
7.         Posisi kapal tersedia dikamar radio dan di perbaharui bila da perubahan
8.         Air masuk kedaam ruangan (flooding)
9.         Sirine bahaya dibunyikan (internal dan ekternal)
10.     Siap-siap dalam keadaan darurat
11.     Pintu-pintu kedap air ditutup
12.     Nahkoda di beri tahu
13.     Berkumpul di secoci/rakit penolong untuk meningggalkan kapal, misalnya kapal akan tenggelam yang di bunyikan atas perintah nahkoda.

Orang jatuh ke laut (man overboat)
1.   Lemparkan pelampung yang sudah di lengkapi dengan lampu apung dan asap kedekat orang jatuh.
2.     Usahakan orang yang jatuh terhindar dari benturan kapal dan baling-baling
3.     Posisi dan letak pelampung diamati
4. Mengatur gerak untuk menolong (bila tempat untuk mengatur gerak cukup disarankan menggunakan metode “Williamson” turn)
5.   Tugaskan seseorang untuk mengawasi orang yang jatuh agar tetap terlihat.
6.   Bunyikan 3 kali suling panjang dan di ulang sesuai kebutuhan
7.  Regu penolong siap di sekoci
8.   Nahkoda di beri tahu
9.  Kamar mesi beri tahu
10. Letak atau posisikan kapal relative dengan orang yang jatuh diplot posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila diperlukan.

Pencarian dan penyelamatan (seach and rescue)
1.  Mengambil pesan bahaya dengan menggunakan radio pencari arah.
2.  Pesan bahaya atau S.O.S dipancarkan ulang.
3.   Mendengarkan poly semua frekwensi bahaya secara terus-menerus.
4.   Mempelajari buku petunjuk terbitan SAR (MERSAR).
5.   Mengadakan hubungan antar SAR laut dengan SAR udara pada frekwensi 1182 K dan atau chanel 16.
6.   Posisi dan kecepatan penolong yang lain di plot.
7.   Latihan-latihan bahaya da darurat.




















Perizinan Jalur Penangkapan Ikan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) dengan luas wilayah lautnya mencapai 5,8 juta km2 atau hampir dua pertiga luas wilayah Indonesia (Purwanto 2009). Rembang merupakan salah satu kabupaten di pesisir pantai utara pulau Jawa, Rembang memiliki panjang garis pantai 63,5 km dengan luas wilayah pesisir 355,95 km2(Helmi 2008). Perairan Rembang merupakan wilayah yang termasuk dalam kawasan eksplorasi.
Sehingga terdapat potensi laut yang dapat dikelola dan dimanfaatkan. Namun dengan wilayah perairan yang luas juga rentan terhadap konflik, baik konflik keruangan maupun konflik pemanfaatan sumber daya laut. Menurut Laporan Operasi Laut DKP tahun 2008, konflik di perairan terjadi akibat penggunaan jaring trawl oleh nelayan serta akibat pelanggaran jalur penangkapan ikan.
Namun dalam penyelesaian permasalahan tersebut instansi terkait hanya memberikan pengarahan dan penyitaan trawl yang digunakan untuk menangkap ikan. Solusi tersebut belum mampu untuk menghentikan konflik yang terjadi, sehingga terus terulang sampai saat ini.
Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem yang dapat mengatasi permasalahan dan dapat memberikan solusi dari konflik di perairan Rembang baik dalam hal pelanggaran jalur penangkapan ikan maupun sebagai solusi permasalahan yang terjadi akibat penggunaan trawl. Sistem yang dimaksudkan adalah kadaster laut, dimana kadaster laut menjalaskan mengenai kemungkinan adanya pencatatan batas-batas dan kepentingan di laut, yang diatur secara spasial dan didefinisikan secara fisik.

1.2 Tujuan
Malakah ini dibuat sebagai “Tugas Wajib untuk memenuhi standar nilai Mata Kuliah Hukum Laut dan selanjutnya akan dijadikan bahan pertimbangan untuk penambahan nilai oleh dosen pembimbing mata kuliah tersebut diatas” dibuat dengan tujuan :
1.    Dapat mengetahiu fungsi pembagian wilayah
2.    Dapat mengetahui fungsi karakteristik HT pada perikanan
3.    Dapat mengetahui jenis ikan apa saja yang terdapat di suatu wilayah


BAB II
JALUR PENANGKAPAN IKAN

2.1 Jalur Penangkapan Ikan
Pasal 40
Jalur Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) terdiri dari:
a.    Jalur penangkapan ikan I.
b.    Jalur penangkapan ikan II.
c.    Jalur penangkapan ikan III.

Pasal 41
(1)     Jalur Penangkapan Ikan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), terdiri dari:
a.    Jalur penangkapan ikan IA, meliputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah dengan ukuran kapal 0-5 GT.
b.   Jalur penangkapan ikan IB, meliputi perairan pantai diluar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut dengan ukuran kapal 5-10 GT.
(2) Jalur Penangkapan Ikan II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf  b, meliputi perairan diluar jalur penankapan ikan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah dengan ukuran kapal 10-30 GT.
(3)Jalur Penangkapan Ikan III sebagaimna dimaksud dalam Pasal 40 huruf c, meliputi ZEEI dan perairan diluar jalur penangkapan ikan II dengan ukuran kapal diatas 30 GT.


Dalam Kepmentan No. 392 Tahun 1999 menjelaskan bahwa wilayah perairan administrasi daerah Propinsi dibagi menjadi 3 (tiga) jalur penangkapan ikan yaitu jalur Ia (0-3 mil laut), jalur Ib (3-6 mil laut), jalur II (6-12 mil laut) dan jalur III (12 mil laut-ZEEI). Implementasi kebijakan tersebut dalam formatspasial yang divisualisasikan dalam bentukpeta jalur (Gambar 1). Mempunyai beberapa ketimpangan, antara lain yaitu: penentuanbatas pulau-pulau terluar yang masih rancuyaitu masih terdapatnya karang-karang keringyang berpotensi menjadi batas wilayah sertapenentuan jarak minimum antar titik tersebut.Selain itu juga, implementasi di lapangan.


BAB III
PERBANDINGAN DENGAN NEGARA LAIN
3.1 Hubungan antar Negara Indonesia dan Malaysia
Negara Indonesia adalah negara maritim kepulauan yang memiliki potensi sumber daya kelautan melimpah sekaligus menggiurkan bagi bangsa Indonesia sendiri, maupun bagi negara-negara tetangganya. Sejak dahulu, sudah tidak terhitung kasus penangkapan nelayan asing yang masuk kedalam wilayah Indonesia dan mengambil ikan-ikan dari wilayah Indonesia. Luasnya wilayah laut Indonesia serta kurangnya penjagaan laut membuat wilayah perairan perbatasan Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para pendulang ikan dari negara-negara tetangga untuk terus melakukan aksinya. Tetapi faktanya bukan hanya nelayan asing saja yang masuk dan secara ilegal mengambil sumber daya alam Indonesia, nelayan-nelayan Indonesia pun ternyata banyak yang menjadi korban penangkapan akibat melakukan penangkapan ikan di wilayah negara tetangga, antara lain di wilayah negara Malaysia.

Kasus penangkapan ikan ilegal oleh nelayan kedua negara selama beberapa tahun terakhir telah menjadi fokus utama masalah bilateral yang perlu dibenahi, didasari keinginan kedua negara untuk mencegah aksi-aksi nelayan tidak berhukum serta untuk meperbaiki tatanan hubungan bilateral kedua negara, selain daripada untuk mencegah kerugian negara. Indonesia saja telah mengalami kerugian hingga sebesar Rp 30 triliun selama 10 tahun terakhir akibat penangkapan dan pencurian ikan ilegal di seluruh wilayahnya [1]. Banyaknya kasus penangkapan ikan ilegal yang merugikan kedua negara seringkali beralasan karena batas-batas laut negara yang tidak jelas dan kurang dipahami nelayan tradisional, kekurangan mereka dalam hal navigasi, hingga faktor cuaca yang membuat mereka tersasar.

Didasari niat baik kedua negara dalam menyelesaikan masalah ini melalui jalur diplomasi, dibuatlah nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) “Common Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement Agencies” pada tanggal 27 Januari 2012 di Nusa Dua, Bali [2]. Isinya adalah tentang perjanjian kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dan Kerajaan Malaysia mengenai nelayan-nelayan tradisional yang tersesat di perairan kedua negara, pedoman serta penanganannya yang nantinya dilakukan oleh badan-badan penegak hukum di negara masing-masing.

Inti dari pedoman umum (common guidelines) ini adalah bukan pada kebijakan hukum atau rezim yang akan diberlakukan di wilayah perairan kedua negara, tetapi lebih kepada penanganan dan taktis operasional baru di lapangan atau oleh aparat keamanan laut antara kedua belah pihak sekiranya terjadi kasus lintas batas wilayah laut negara seperti yang sering terjadi sebelumnya [3].

3.2 Konflik Antara Negara Indonesia Dengan Malaysia

Berdasarkan hasil pemetaan (Gambar 4), teridentifikasi beberapa lokasi rawan konflik yaitu diantaranya perairan pedalaman yang belum dibahas dan tergambarkan dalam Kepmentan No. 392 Tahun 1999, daerah perbatasan antar negara yaitu bagian utara propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia, daerah ekosistem terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 meter yang masuk dalam jalur I penangkapan ikan (Ia dan Ib) yaitu di sekitar gugus pulau Karimata dan Jangkat Linge (bagian selatan Propinsi Kalimantan Barat) dan daerah perbatasan langsung antar propinsi yaitu perbatasan dengan propinsi Kalimantan Tengah (Tanjung Nipa).
Selain itu juga, kenyataan di lapangan terjadi overlapping dimana nelayan-nelayan skala besar dengan alat dan mesin yang seharusnya beroperasi di jalur II juga masuk dan beroperasi di Jalur Ia dan jalur Ib yang sangat merugikan nelayan kecil.
Peta alternatif ini telah mempertimbangkan parameter jarak dan kedalaman (isobath) disertai dengan beberapa asumsi dan pembatasan. Adapun asumsiasumsi yang  digunakan antara lain yaitu :
1.    Jalur I dengan jarak maksimal 4 mil laut diukur dari garis pangkal kewenangan propinsi.
2.    Jalur II dengan jarak maksimal 12 mil laut diukur dari batas jalur I (4 mil laut).
3.    Jika dalam jalur I terdapat daerah dengan kedalaman kurang dari atau sama dengan 20 meter dan daerah tersebut berada di jalur II, maka daerah tersebut masuk dalam jalur I.
4.  Jika dalam jalur II terdapat daerah dengan kedalaman 20 meter dan atau sampai di luar jalur 20 meter ke arah luar, maka akan menjadi daerah atau zona konservasi dengan tanda bendera warna merah di lapangan.
5. Jalur III diukur dari batas terluar jalur II sampai ZEEI dan tidak melampaui jalur II batasan kewenangan Propinsi lain.
6. Daerah di dalam garis pangkal kewenangan propinsi disebut sebagai perairan pedalaman dan masuk dalam kategori jalur I.
Dengan disepakatinya nota kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia ini menunjukkan adanya kemauan niat baik kedua negara dalam bekerjasama untuk melindungi dan menghormati nelayan tradisional, dan juga niat baik untuk bekerjasama menyelesaikan suatu permasalahan bilateral dengan jalan diplomasi dan bukan melalui konflik. Kerjasama mutualisme ini diharapkan untuk terus dievaluasi dan ditingkatkan lagi kedepannya, serta dapat ditularkan kepada bidang-bidang lainnya sehingga kedua negara terus dapat menjalin kerjasama bilateral yang positif di regionalnya.


BAB IV
KESIMPULAN
Negara Indonesia  adalah negara maritim kepulauan yang memiliki potensi sumber daya kelautan melimpah sekaligus menggiurkan bagi bangsa Indonesia sendiri, maupun bagi negara-negara tetangganya.
Jalur Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) terdiri dari:
·  Jalur penangkapan ikan I.
·  Jalur penangkapan ikan II.
·  Jalur penangkapan ikan III.


DAFTAR PUSTAKA
Monintja D dan Yusfiandayani R. 2009. Pemanfaatan Sumberdya Pesisir Dalam
Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wlayah Pesisir Terpadu. Institur Pertanian Bogor. Bagor.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang ZEE Indonesia.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber daya alam hayati di ZEE Indonesia.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.

PERAN DISTRIK NAVIGASI DALAM KESELAMATAN PELAYARAN

A.   PENDAHULUAN Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki 17.504 pulau yang membentang dari Sabang sampai Meraoke...